Rabu, 27 Juni 2012

KISAH PERTEMPURAN DI DUSUN SERUT



ditulis oleh: Mayjen TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo
KETUA UMUM BADAN PENGURUS PUSAT PAGUYUBAN WEHRKREIS (DAERAH PERLAWANAN) III YOGYAKARTA


Berdasarkan perintah komandan Brigade X/Wehrkreis (Daerah Perlawanan) III Yogyakarta, pasukan Batalyon 151 Brigade X, Divisi III Diponegoro pada tanggal 11 Mei 1949 pindah dari SWK (Sub Wehrkreis) 103 A Yogya Barat ke SWK 105 Yogya Timur. Pemindahan ini dilakukan sebagai langkah antisipasi kemungkinan ditariknya mundur tentara Belanda dari seluruh Indonesia yang dalam kenyataan nantinya dari Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 (peristiwa Yogya Kembali). Kedatangan pasukan Batalyon 151 di daerah segitiga Prambanan, Piyungan dan Berbah disambut dengan gembira oleh rakyat penduduk desa Madurejo dan sekitarnya, karena selama ini tentara Belanda di daerah antara Prambanan dan Piyungan belum pernah diserang oleh pihak Indonesia. Dengan kehadiran Batalyon 151 di daerah tersebut rakyat sangat mengharapkan pasukan Batalyon 151 melakukan serangan terhadap tentara Belanda di daerah itu. Oleh sebab itu perlawanan bulan Juni 1949 Dua kompi pasukan Batalyon 151, satu regu Tentara Genie Pelajar (TGP) dan dibantu oleh rakyat setempat melakukan serangan terhadap konvoi tentara Belanda di jalan raya Prambanan, Piyungan, Wonosari sebelah dusun Serut. Dalam persiapannya pasukan kita telah dapat memperoleh dua bom lengkap dengan detonator listrik masing-masing seberat 250 kg, dari gudang senjata peninggalan Belanda tahun 1942. Gudang senjata ini adalah sebuah gua yang berlokasi di bukit Pengklik, Berbah. Bom-bom tersebut oleh para pejuang bersama rakyat diangkut dan ditanam di jalan raya tersebut di atas. Pasukan pejuang diberangkatkan dari dusun Berbah setelah matahari terbenam dan sampai di lokasi sekitar pukul 8 pagi. Setiba di tempat pasukan langsung mengadakan persiapan berupa penanaman bom-bom (ditanam dengan jarak ± 50 m dari jalan raya dan menentukan tempat-tempat pertahanan (steling). Dengan dilengkapi dua bom tersebut di atas dengan detonator listrik memungkinkan komandan pasukan memilih/menentukan waktu yang tepat untuk meledakkan bom. Menjelang pukul 08.00 pagi terdengar gemuruhnya suara konvoi yang datang dari arah Prambanan menuju ke selatan arah Piyungan – Wonosari. Konvoi dibiarkan mendekat dan pada saat sebagian besar kendaraan konvoi yang terdiri dari kendaraan lapis baja, brencarrier, truk dan jeep berada di antara atau dekat dua bom tersebut maka kedua bom diledakkan secara simultan. Sangat beruntung bagi pasukan dan rakyat Indonesia waktu itu, bahwa tentara Belanda tidak menaruh curiga atas adanya bom-bom tersebut. Oleh sebab itu, tentara Belanda pada serangan Serut ini menderita kerugian yang sangat besar, baik kerugian jiwa maupun kerugian material. Sebagai akibat dari ledakan-ledakan bom terlihat banyak anggota badan dan tengkorak tentara Belanda berserakan di sawah dan ladang sekitar kejadian, demikian juga potongan-potongan/kepingan-kepingan kendaraan lapis baja, truk dan jeep. Tentara Belanda yang selamat langsung mengkonsolidasi diri dan terjadi tembak-menembak antara kedua pihak. Selama berlangsungnya tembak-menembak sebagian tentara Belanda tampak mengupayakan penyelamatan jenazah-jenazah dan yang luka-luka dari pihak mereka. Setelah itu sisa-sisa konvoi tentara Belanda berbalik arah dan kembali ke pangkalannya di pabrik gula Tanjung Tirto dan lapangan terbang Maguwo (sekarang Bandar Udara Internasional Adisucipto). Pada peristiwa itu dari pihak rakyat Serut, Regu TGP maupun Batalyon 151 tidak ada korban apapun. Demikian salah satu kisah yang membuktikan persatuan dan kemanunggalan rakyat, pemerintah daerah serta pasukan TNI dalam perjuangannya tanpa pamrih menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Akhirnya setelah tentara Belanda mundur dari pangkalan udara Maguwo pada tanggal 28 Juni 1949, Batalyon 151 ditugaskan untuk menduduki komplek pabrik gula Tanjung Tirto serta prasarana penghubungan udara Maguwo, yang sampai penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, merupakan satu-satunya koridor udara penghubungan Internasional Pemerintah Pusat Republik Indonesia Serikat. Para pelaku serangan Serut dewasa ini banyak yang sudah dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu untuk mereka beserta keluarga dan keturunannya kita panjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, memohon agar kepada mereka dilimpahkan rahmat-Nya sebanyak-banyaknya. Monumen hidup yang berbentuk balai desa dan ruang-ruang pelatihan ini dipersembahkan oleh Paguyuban Wehrkreis (daerah Perlawanan) III Yogyakarta kepada rakyat desa Madurejo dan sekitarnya dengan harapan bahwa kemudahan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat dalam meningkatkan potensi sumber daya manusia, terutama generasi penerusnya. Monumen Pertempuran Serut diresmikan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 2 Oktober 2004.


Jakarta, 9 Mei 2012